Labuhanbatu Utara,–
Proses seleksi Calon Anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) periode 2025–2030 kian menuai sorotan keras. Hasil seleksi yang diumumkan panitia dinilai penuh kejanggalan dan rawan rekayasa. Tokoh Pemuda Labura, Hasan Basri Simanjuntak yang juga mantan Ketua Pimpinan Koordinator Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PKC PMII) Sumatera Utara 2012–2014, menegaskan bahwa publik berhak mencurigai adanya praktik kotor di balik seleksi ini.
“Kalau seleksi ini dibiarkan, maka jelas ada permainan untuk meloloskan kandidat titipan. Kita tidak boleh diam. Ini bukan sekadar soal menang atau kalah, tapi menyangkut masa depan pendidikan Labura. Jangan biarkan lembaga strategis ini dikangkangi kepentingan elit,” tegas Hasan Basri Simanjuntak.
Ia menilai ada fakta ganjil yang tidak bisa dibiarkan, yakni seorang peserta dengan nilai tes tertulis terbaik justru terdepak ke posisi buncit setelah sesi wawancara. “Pertanyaannya sederhana: apakah wawancara itu memang objektif, atau hanya dijadikan pintu masuk untuk menyingkirkan kandidat tertentu? Panitia seleksi wajib membuka indikatornya secara transparan. Kalau bersih, tunjukkan. Jangan sembunyi di balik angka manipulatif,” sindirnya.
Menurut Hasan, Dewan Pendidikan adalah lembaga penting yang harus diisi figur berintegritas dan kompeten. Bila sejak awal proses seleksi saja sudah penuh tanda tanya, maka legitimasi lembaga tersebut otomatis cacat. “Jangan biarkan Dewan Pendidikan lahir dari rahim kecurangan. Kalau begitu, bagaimana masyarakat bisa percaya?” tegasnya.
Ia mendesak panitia seleksi agar segera membuka seluruh indikator penilaian wawancara, bobot skor, serta siapa saja yang duduk sebagai tim penguji. “Publik punya hak tahu. Kalau memang tidak ada permainan, buktikan dengan transparansi. Jangan biarkan pendidikan Labura dicoreng oleh kepentingan politik sesaat,” katanya dengan nada tajam.
Lebih jauh, Hasan juga mengingatkan Bupati Labuhanbatu Utara agar tidak gegabah mengesahkan nama-nama yang diajukan panitia seleksi. “Bupati jangan jadi stempel. Beliau harus berani mengkaji ulang hasil seleksi ini. Kalau tetap dipaksakan, artinya Bupati ikut menggadaikan masa depan pendidikan Labura,” ucapnya.
Hasan menekankan bahwa pendidikan adalah amanah besar, bukan ruang transaksi. “Kalau dunia pendidikan saja sudah dipenuhi praktik manipulasi, maka generasi kita ke depan akan tumbuh dalam ketidakadilan. Itu dosa sejarah yang tidak akan pernah dilupakan,” katanya dengan nada menggelegar.
Sebagai penutup, Hasan Basri Simanjuntak memastikan kalangan pemuda akan terus mengawal persoalan ini hingga tuntas. “Kami siap menyurati Bupati, bahkan menempuh jalur hukum bila perlu. Ini bukan sekadar kritik, tapi gerakan moral. Seleksi ini tidak boleh jadi preseden buruk bagi demokrasi pendidikan di Labura,” pungkasnya.(tim)
0 Komentar