JAKARTA,- Gonjang-ganjing OTT yang dilakukan Polres Padangsidimpuan, Sumatera Utara terhadap 4 orang aktivis, Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso angkat bicara.
Ketua IPW kepada media, Selasa (14/10/2025), menjelaskan mencoba memberikan arti dasar terhadap Frasa Suap dengan Frasa Pemerasan sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal yang tertuang dalam undang-undang tindak pidana korupsi.
Menurutnya, kata SUAP hanya bisa dikenakan atau hanya melekat terhadap seseorang atau lebih yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara (ASN) yang telah menyalahgunakan kewenangan sesuai pasal 2, pasal 12, pasal 13 dan pasal 14 undang-undang Tipikor yang menegaskan menerima uang karena untuk melakukan sesuatu atau bertindak sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya sebagaimana dimaksud oleh undang-undang .
Kalau yang menerima uang itu Swasta atau Aktivis hanya disebut sebagai pemberian sukarela sepanjang tidak ada unsur paksaannya, namun kalau ada unsur pemaksaannya atau ada daya paksa semisal dengan ancaman kekerasan fisik atau ancaman psikis itu disebut sebagai Pemerasan .
Namun yang pasti di dalam kasus ini tidak bisa dimasukkan ke dalam pasal suap sebagaimana dimaksud di dalam undang-undang tindak pidana korupsi, tegas Sugeng kepada media baru-baru ini.
Sebelumnya dikabarkan kalau Polres Padangsidimpuan telah melakukan Penangkapan terhadap 4 orang aktivis dengan tuduhan dugaan Pemerasan terhadap salah seorang ajudan Wakil walikota Padangsidimpuan berinisial I.
OTT (Operasi Tangkap Tangan) yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap ke-4 orang aktivis tersebut mengacu kepada laporan polisi yang dibuat Ajudan Wakil walikota yang merasa dirinya sedang diperas oleh ke-4 oknum aktivis tersebut.
Dimana dirinya (ajudan Wakil walikota) mengaku telah memberikan uang sebanyak Rp. 3 JT dan selanjutnya akan memberikan uang sisanya senilai Rp. 14 juta kepada ke-4 orang aktivis tersebut.
Dalam tindak lanjut pemberian sisa sebesar Rp. 14 juta tersebut , ajudan Wakil walikota, seorang penghubung dan ke-4 aktivis tersebut bertemu dalam sebuah kafe di Padangsidimpuan.
Menurut versi polisi ajudan Wakil walikota menyerahkan uang sebesar Rp. 14 juta tersebut kepada ke-4 aktivis dan selang beberapa menit kemudian polisi datang melakukan OTT dan berhasil mendapatkan barang bukti hingga memboyong ke empat aktivis ke Mapolres Padangsidimpuan.
Sejak awal pemberian uang senilai Rp. 3 juta hingga melakukan penangkapan menyisakan tanda tanya terhadap masyarakat yang paham hukum.
Apa isi ijab kabul uang senilai Rp. 3 juta tersebut (ucapan terima kasih, uang suap atau uang hasil pemerasan) ?
Dan apakah uang senilai Rp. 14 juta tersebut sebagai tindak lanjut sisa pembayaran uang hasil pemerasan atau bagaimana ?
Jika disebut pemerasan, apakah polisi telah mengantongi bukti pembicaraan sebelumnya semisal terdapat pembicaraan antara pemberi dengan penerima uang yang beraroma kepada indikasi pemerasan ?
Bagaimana juga dengan pembicaraan salah seorang aktivis yang ditangkap berinisial D yang dengan tegas menolak upaya pemberian uang senilai Rp. 14 juta oleh ajudan Wakil walikota kepada dirinya ? Bukankah ini bisa dijadikan sebagai alat bukt yang mengisyaratkan bahwa pihak aktivis menolak adanya pemberian uang?
Lantas bagaimana uang senilai Rp. 14 juta tersebut sampai ke kantong D ? , apakah dipaksakan untuk diterima atau murni diambil ? Bagaimana cara polisi membuktikan kalau uang senilai Rp. 14 juta sampai ke kantong D tidak terdapat unsur paksaan ?
Jawabnya tentu di persidangan kedua belah pihak harus menunjukan bukti dan dalil-dalil persesuaian benar atau tidaknya tuduhan polisi terhadap ke-4 orang aktivis tersebut.
Melalui aplikasi WhatsApp yang ditembuskan ke Kapolda Sumut dan beberapa petinggi negara berkaitan dengan hukum, wartawan mencoba mengkonfirmasi Kapolres seputar kronologi OTT yang dilakukan oleh pihak polisi terhadap ke-4 aktivis tersebut.
Berikut isi wawancaranya :
Yth, saudara Kapolresta Padangsidimpuan .
Perkenalkan saya : Ali Imran
Wartawan : JarrakPos
Mohon informasi seputar Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Polres Padangsidimpuan terhadap 4 orang aktivis terduga pelaku Pemerasan .
Informasi yang ingin saya dapatkan adalah :
1. Apakah arti pemerasan sama dengan arti Suap dalam istilah hukum ?
2. Apa perbedaan frasa Pemerasan dengan frasa Suap dalam istilah hukum ?
3. Unsur apa saja yang masuk dalam kategori suap dan unsur apa saja yang bisa masuk dalam kategori pemerasan
4. Apakah pembicaraan antara saudara Izzat dengan Didi tidak dapat diartikan sebagai bentuk upaya siap dari saudara Izza kepada Didi.... (Terlampir).
5. Tahukah polisi apa pembicaraan antara Izzat dengan Didi di kafe TKP sebelum melakukan penangkapan ?
6. Tahukah polisi untuk apa uang sebesar Rp. 3 juta yang tertuang dalam pembicaraan chat aplikasi WhatsApp
7. Bagaimana cara polisi mengetahui ada uang sebesar Rp. 14 juta di kantong saudara Didi ?
8. Apakah penangkapan Didi dengan barang bukti sebesar Rp. 14 juta sudah memenuhi unsur dalam menetapkan saudara Didi dan teman-temannya sebagai pelaku Pemerasan ?
9. Apakah dengan adanya bujuk rayu saudara Izzat memberikan uang sebanyak Rp. 14 juta kepada Didi tidak merupakan bentuk upaya suap ?
Demikian informasi yang ingin saya dapatkan sebagai bahan publikasi di media .
Atas informasi yang bapak berikan saya ucapkan terima kasih.
Hormat saya
Tembusan :
1. Kapolri
2. Kapolda Sumut
3. Waka Polda Sumut
4. Ketua IPW
5. Kompolnas
6. Ombusdman .
Hingga berita ini dirilis, Kapolres Padangsidimpuan AKBP. Dr. Wira Prayatna belum memberikan jawaban. (tim)
0 Komentar